Kelas
yang Hilang
Aku
mempercepat langkah kakiku untuk mencapai kelasku yang baru, karena hari ini
hari pertamaku masuk kelas baru setelah liburan kenaikan kelas. Aku sangat
antusias untuk mengetahui suasana kelas dan teman-teman baruku, apalagi mama
selalu cerita kalau setiap kenaikan kelas tentu ada saja keadaan-keadaan yang
membuat sekolah semakin berwarna. Baru saja aku mau melangkah ke arah lorong
selatan perpustakaan, tiba-tiba aku mendengar suara seseorang memanggilku.
“Feili, mau kemana?”
“Ke
kelas yang baru, Bu” jawabku sambil menoleh ke arah belakang, yang ternyata adalah
Bu Susi guru mata pelajaran Bahasa Indonesia.
“Kelas yang baru? Kenapa ke arah
sini, kelas barukan di sebelah sana” tunjuk Bu Susi.
“Astaga!
Karena terlalu bersemangat saya sampai lupa kalau saya tidak tau kelas yang
baru ada dimana.”
“Bagaimana
sih kamu ini? Sini biar Ibu antar.”
Setelah
Bu Susi mengantarku ke kelas yang baru, dengan wajah bahagia aku berjalan dan
melihat-lihat bangku mana saja yang masih kosong. Sempat aku merasa bingung
untuk memilih bangku mana yang akan aku tempati, namun pada akhirnya aku
memilih bangku di pojok kiri depan. Kelas baru memang benar-benar sesuai dengan
harapanku, cat dengan warna yang cerah, hiasan-hiasan menarik yang tertempel di
dinding, dan ukuran kelas yang lebih luas membuat kelas ini jauh lebih baik
daripada kelasku yang sebelumnya. Ada satu ciri khas yang menarik dari kelas
ini yaitu di depan pintu kelas di beri tulisan B12 dengan bahan kertas-kertas
majalah yang sudah tidak dipakai.
Bicara
kelas baru, aku jadi teringat tentu di sini aku juga akan mendapatkan
teman-teman yang baru. Berniat untuk mengajak berkenalan, tiba-tiba saja semua
anak-anak di kelas ini berbondong-bondong ke luar dari kelas ini dengan sedikit
berlari. Aku berpikir mungkin ada pengumuman untuk berkumpul di lapangan, maka
dari itu aku berusaha mengikuti mereka. Namun, setelah aku berjalan agak jauh
dari kelas, aku kehilangan jejak mereka. Aku hanya melihat siswa siswi yang
lain sedang menjalankan aktivitas mereka masing-masing, ada yang membaca buku,
bercanda dengan teman-teman, memakan sarapan pagi, dan bahkan ada yang sedang
dihukum lari keliling lapangan. Aku baru sadar, mungkin anak-anak di kelas tadi
berbondong-bondong ke luar kelas hanya untuk sekedar pergi ke tempat lain,
bukan karena ada pengumuman untuk berkumpul. Jadi, aku memutuskan untuk kembali
ke kelas baruku.
Kelas
baruku menghilang, mungkin itulah yang menjadi pikiranku saat ini. Kelas baruku
tidak lagi memiliki cat dengan warna yang cerah, hiasan-hiasan menarik yang
tertempel di dinding, dan ukuran kelas yang luas. Aku hanya melihat ruangan
yang sempit dengan cat dinding yang sudah pudar, dan banyak orang sedang
berlalu-lalang di tempat ini. Saat aku melihat ke arah depan, aku melihat ada
seorang wanita dengan mata merahnya melotot melihat ke arahku. Saat aku melihat
ke samping kanan, aku melihat ada dua orang pria yang sedang berdebat karena
salah satu dari mereka menumpahkan minuman ke baju pria itu. Saat aku melihat
ke samping kiri, aku melihat ada seorang wanita tua berpenampilan seram dengan
membawa tongkat sedang menutup matanya sambil duduk bersila. Saat aku melihat
ke arah belakang, aku melihat ada beberapa anak kecil sedang membawa gunting untuk
menggunting semua kertas yang ada di rungan ini. Ruangan ini sangat kacau,
bahkan ada banyak bercak-bercak berwarna kemerahan di lantai.
Aku
hanya bisa berdiam diri, tak tau harus melakukan apa. Hingga akhirnya, aku
memberanikan diri untuk mencoba bertanya kepada salah satu wanita yang tadinya
melotot melihat ke arahku sekarang sedang menangis sesenggukkan di pojok
ruangan ini.
“Permisi,
saya mau bertanya. Kalau boleh tau, ini tempat apa ya?” tanyaku dengan ragu.
“PERGI!”
jawab wanita itu dengan nada membentak.
“PERGI!
PERGI!” sahut dua orang lainnya.
“Jangan
di sini, kamu salah berada di sini” ujar nenek berwajah seram, yang semula
sedang duduk bersila sekarang sudah berada tepat di samping kiriku.
Mendengar
itu semua aku sekarang benar-benar bingung, semua orang yang berada di ruangan
ini perlahan-lahan mendekat ke arahku dengan wajah tak enaknya. Aku takut,
tetapi aku teringat satu hal dari ruangan ini. Aku belum pernah melihat ke arah
atas dari ruangan ini, hingga akhirnya dengan rasa ragu dan takut aku melihat
ke arah atas. Tetapi tidak ada apa-apa, hanya ada langit-langit berwarna putih dengan
beberapa noda yang biasa terpasang di suatu bangunan. Eits, tunggu, tunggu! Aku merasa ada seseorang yang menepuk
pundakku.
“Feili,
sedang apa di sini?” tanya seseorang.
“Aldi,
kamu kok di sini?” jawabku dengan penuh rasa heran.
“Loh, kelasku kan memang ada di
sini, Fei” ujar Aldi dengan keheranan juga.
“Semua sudah kembali seperti keadaan
yang semula. Tidak ada lagi ruangan sempit yang penuh orang aneh dengan tatapan
seramnya, hanya ada kelas baru seperti pada umumnya. Lalu ruangan apa tadi itu?
Apa tadi itu cuma bayanganku saja? Tapi ini benar-benar terasa seperti nyata”
pikirku dalam hati.
“Hei, kok jadi melamun?” tanya Aldi, sambil mengibas-ibaskan tangannya di
depan
wajahku.
“Eh,
maaf-maaf aku cuma mau lihat-lihat kelasmu aja kok. Udah ya, aku balik dulu” elakku
dengan pipi memerah sambil langsung berjalan ke arah pintu keluar kelas.
Setelah
keluar dari kelas itu, aku berjalan kembali ke kelasku dan aku hanya bisa tertawa
sendiri mengingat kejadian tadi. Ternyata, kelas yang aku masuki tadi adalah
kelas B21 bukanlah B12 kelas baruku. Kelas baruku tidak hilang, kelas B12 dan
B21 memanglah berdekatan hanya berbeda satu lorong. Memalukan sekali saat tadi
ditanya oleh Aldi mengapa aku berada di dalam kelasnya, untung saja aku cepat
mengelak. Bodoh sekali, aku bisa salah masuk kelas.
Tapi,
aku masih tetap merasa penasaran. Ruangan apa ya, tadi itu? Apa itu sisi lain
dari ruangan sekolahku?
Short story by. Feiamanda
0 komentar:
Posting Komentar