Minggu, 15 Januari 2017

Refleksi Imersi 2017 : Indonesian Ver [Sinlui]

Holla, kali ini aku kembali dengan tugas essay/artikel mengenai refleksi imersi. Sebenarnya tugas ini, termasuk dalam 3 pelajaran sekaligus, yaitu Bahasa Inggris, Indonesia, dan Agama. Tapi, kali ini aku cuma upload Indonesian ver.-nya aja. Oya, di bawah bakal ada link file full versionnya juga, kalo kalian butuh seperti cover dan lainnya!:)
Oke, check it out! Semoga membantu!:) 

=================================================================

A.    KUTIPAN YANG SESUAI
NILAI REFLEKSI
            Tuhan tak pernah menilai manusia berdasarkan apa yang dimilikinya atau seberapa kehebatannya. Namun, Tuhan selalu menilai seseorang berdasarkan kerendahan hatinya serta ketaatan-Nya melakukan segala kehendak Tuhan. Begitu banyak orang besar, orang-orang kaya, dan orang-orang pintar dalam alkitab yang gagal karena tidak rendah hati serta tidak takut akan kuasa Allah.
          Hidup dalam kesederhanaan akan mengajarkan kita banyak hal tentang hidup, seperti rasa syukur atas apa yang kita miliki sebagai anugerah Tuhan. Dari pengalaman imersi ini, kita mampu mengenal rasa cukup dan komunikasi yang baik dengan Tuhan. Kita mampu menyadari apa yang dialami orang lain dan yang terpenting hidup sederhana membuat hidup tenang dan bahagia dari segala kegelisahan atau perkara dunia. Oleh karena itu, berdasarkan dari pengalaman imersi penulis di Solo, maka kutipan-kutipan dari Kitab Suci maupun kata-kata mutiara yang sesuai dengan nilai-nilai hasil refleksi yaitu sebagai berikut.

Efesus 4:32 “Tetapi hendaklah kamu ramah seorang i terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu.”

Filipi 4:12 “Aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan. Dalam segala hal dan dalam segala perkara tidak ada sesuatu yang merupakan rahasia bagiku; baik dalam hal kenyang, maupun dalam hal kelaparan,  baik dalam hal kelimpahan maupun dalam hal kekurangan.”
Titus 2:5 “Hidup bijaksana dan suci, rajin mengatur rumah tangganya, baik hati dan taat kepada suaminya agar Firman Allah jangan dihujat orang.”
Matius 11:25 “Pada waktu itu berkatalah Yesus: "Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil.”
Mazmur 28:7 “Tuhan adalah kekuatanku dan perisaiku; kepada-Nya hatiku percaya. Aku tertolong sebab itu beria-ria hatiku, dan dengan nyanyianku aku bersyukur kepada-Nya.”
Ibrani 13:5 “Dalam situasi apapun kita, baik susah dan senang, Allah yang adalah sumber kehidupan tak akan sekali-kali meninggalkan kita.”
Yohanes 13:34-35 13:34 Aku memberikan perintah baru  kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. 13:35 Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-muridKu, yaitu jikalau kamu saling mengasihi." 

B.     REFLEKSI IMERSI
Imersi : Sebuah Pengalaman Baru
Kehidupan remaja di Surabaya sekarang ini semakin individualis dan tidak memiliki kepekaan dengan sesamanya. Setiap sinluiers selalu ditananamkan nilai simplicity yang merupakan perwujudan nilai-nilai untuk mengasah kepekaan para murid. Sebagai wujud menjalankan nilai simplicity, pada tanggal 10-13 Januari 2017 yang lalu, seluruh siswa kelas XI SMA Katolik St. Louis 1 mengikuti kegiatan imersi yang diselenggarakan oleh SMA Katolik St. Louis 1, Surabaya di Jawa Tengah. Para siswa dibagi menjadi beberapa kelompok untuk tinggal di rumah penduduk selama 4 hari dan 3 malam. Dalam satu rumah penduduk minimal dapat ditinggali oleh dua siswa. Kegiatan Imersi ini merupakan kegiatan tahunan yang diselenggarakan oleh SMA Katolik St. Louis 1, Surabaya. 
Dalam kegiatan imersi ini, siswa-siswi SMA Katolik St. Louis 1 diajak untuk turut merasakan bagaimana kehidupan di desa, bagaimana rasanya mengikuti cara hidup warga desa yang sederhana dan bersahaja, serta memahami kesulitan-kesulitan yang warga desa alami. Selama 4 hari dan 3 malam ini, siswa tidak diperbolehkan membawa barang elektronik dalam bentuk apapun dan hanya diperbolehkan membawa barang seperlunya. Semua hal tersebut kami lakukan dengan cara masuk dan turut menjadi bagian dalam irama kehidupan desa yang kami tinggali.
    
       Bagi kami anak-anak kota, mendapatkan pengalaman untuk tinggal di desa dengan warga asli desa tersebut adalah suatu kesempatan yang luar biasa. Saya katakan luar biasa karena kegiatan ini hanya akan terjadi satu kali dalam hidup tetapi, memberikan dampak yang sangat besar. Dengan begini pengalaman baru kamin pun dimulai.
It’s a life-changing experience for us.    

Hari Pertama : Kejutan Tak Terduga
            Tepat pukul 10.40 pagi hari tanggal 10 Januari 2017, seluruh siswa kelas XI SMA Katolik St. Louis 1 Surabaya, maupun dari jurusan IPA maupun IPS berangkat bersama-sama ke Jawa Tengah untuk mengikuti kegiatan imersi. Kebetulan saya ditempatkan ditempatkan di desa Darmosito, Wonnogiri, Solo. Perjalanan untuk ke sana menempuh cukup perjalanan dan waktu yang lama. Kurang lebih sekitar sebelas jam. Seluruh siswa berangkat dengan menggunakan tiga kenderaan berkelanjutan. Dimulai dari berangkat menggunakan kereta, bus, dan lalu truk yang akan mengantar kami ke desa kami masing-masing.  
 Perjalanan yang panjang cukup menguras energi kami. Kebetulan saya dan teman serumah saya, Ivana sampai di rumah induk semang kami yaitu Bapak Tumino dan Ibu Mami kurang lebih pukul setengah delapan malam. Tak terduga, sesaat kami turun dari truk yang mengangkut kami, keluarga dari Bapak Tumino ternyata sudah menunggu kami di depan rumahnya dengan wajah mereka yang tersenyum hangat. Seakan-akan kami adalah anak mereka yang sudah lama mereka tunggu-tunggu untuk pulang.
Jika banyak orang mengatakan, keramahan di Indonesia telah hilang termakan oleh kemarahan, saya rasa itu tak sepenuhnya benar. Ini dibuktikan dengan hangatnya sambutan dari kelurga Pak Tumino ketika kami tiba. Tidak hanya kami, semua teman-teman kami dari desa Darmosito juga bercerita hal yang sama. Bahwa, ketika kami tiba, semua warga desa hadir dan memberikan keramahan yang luar biasa, seakan kami adalah anaknya sendiri. Dari pengalaman ini saya belajar suatu nilai, yaitu keramahan. Seperti warga desa Darmosito yang mau menerima kami dengan tangan terbuka, kami juga harus belajar untuk mau mengenal dan menerima orang-orang baru di kehidupan kami. Belum tentu semua orang itu jahat bukan? Sekalipun jahat, pasti ada sisi baik di dalam dirinya. Karena itulah keramahan sangatlah diperlukan dalam mengenal orang lain. Keramahan inilah yang menjadi suatu kejutan yang cukup berarti bagi saya.
Don’t wait for people to be friendly, show them how. –Unknown

Hari Kedua : Belajar dari Jagung

            Hari kedua, 11 Januari 2017 saya dan teman saya bangun terlambat. Kami baru bangun jam setengah tujuh pagi. Padahal, niatnya kami berdua kalau bangun lebih awal ingin membantu induk semang kami untuk memasak. Namun, karena kami terlambat bangun setelah sarapan, akhirnya kami langsung diajak pergi ke lad ang jagung dekat rumah, karena hari itu merupakan saatnya panen. Sesampainya di sana, ternyata tidak hanya ada kami tetapi juga teman kami dari rumah sebelah yang mana induk semang mereka adalah keponakan dari Bapak Tumino.
            Segera setelah kami sampai, kami langsung diajari bagaimana cara memetik jagung yang sudah siap panen. Dengan cepat kami mempelajarinya. Awalnya kami kira, jagung yang kami panen tidak terlalu banyak karena dilihatnya memang ladang dari induk semang kami ini tidak terlalu luas. Namun, ternyata kita salah, belum sampai dari setengah ladang jagung yang perlu kita panen, kita sudah kelelahan belum lagi ditambah terik matahari yang membuat kita benar-benar merasa gerah. Keringat kamipun terus menetes. Walaupun begitu, ketika saya istirahat sejenak saya dapat melihat kegigihan dari keluarga Bapak Tumino yang masih semangat untuk terus bekerja. Saya tidak habis pikir bagaimana mereka semua masih dapat terus semangat bekerja? Padahal usia mereka sudah cukup berumur. Namun, disela-sela mereka bekerja di ladang, saya melihat mereka masih bisa saling tertawa, tersenyum, dan bahkan terlihat benar-benar bahagia di tengah kesusahan dan kederhanaan yang mereka miliki.
            Dari situ, saya mendapat pandangan bahwa kebahagiaan itu tidak perlu sesuatu yang mahal. Kita dapat belajar dari sebuah jagung. Bagaimana ia pada mulanya hanya berbentuk biji yang kecil kemudian ditanam dapat menjadi buah jagung? Untuk keluar dari tumpukan tanah itu tentunya ia membutuhkan air. Jika mampu keluar, ia akan menjadi jagung yang muda, tapi untuk tumbuh dan menjadi lebih berharga ia harus diberi pupuk, kemudian ditambah dengan pupuk kandang secukupnya. Ia tak perlu pupuk yang mahal karana pupuk kandanglah yang baik untuk si jagung tumbuh dengan subur dan sehat.
Sama halnya dengan manusia tumpukan tanah itu bagaikan masalah-masalah yang datang menghampiri hidup ini, unutk mengadapi masalah itu manusia butuh air, air seperti jagung sama halnya manusia untuk mengatasi masalah itu harus dengan terus tetap lapang dada dan terus bersyukur atas apa yang Tuhan beri. Jika mampu bertahan maka, akan sama halnya jagung yang keluar dari bawah tanah. Seperti manusia yang keluar dari banyaknya masalah maka akan berkembang ke tahap selanjutnya. Ya, seperti jagung tentu akan tumbuh kembali hingga meninggi, tetapi tumbuh tidak cukup dengan air saja. Namun, harus diberi pupuk kandang yang akan mennyehatkan dan membuat ia tumbuh makin subur. Layaknya jagung yang melewati proses pemupukan, manusia juga selain menghadapi banyak masalah hidup. Ia harus di beri pupuk kandang. Semakin banyak pupuk kandang yang diberi, semakin kuatlah manusia itu dalam mengatasi berbagai masalah yang dihadapi. Yang terpenting yaitu tetap semangat dan terus bersyukur menjalani hidup di tengah kesederhanaan itu sendiri.
Be thankful for all you have, because you never know what happen next.

Hari Ketiga : Waktu Berkualitas
            Tidak seperti hari-hari sebelumnya, hari ketiga kami banyak menghabiskan waktu bersama keluarga Bapak Tumino. Pagi harinya kami bersama-sama, pergi ke kapel Santo Petrus dekat sana. Di sana sudah berkumpul seluruh siswa imersi yang ditinggal di daerah Tirtosuworo. Mengingat mungkin ini sudah hari terakhir kami dapat bersama-sama dengan induk semang kami, maka kami memutuskan setelah dari kapel kami pulang ke rumah dan melakukan aktivitas bersama. Memang tidak banyak aktivitas yang kami lakukan. Namun, menurut saya itu saat-saat waktu berkualitas kami. Kami berbicara, bercanda, dan tertawa bersama-sama. Ibu Mami istri dari Bapak Tumino banyak bercerita mengenai bagaimana kehidupan mereka dulu. Ibu Mami juga bahkan bagaimana mereka bisa bertemu, jatuh cinta, dan menikah. Ini merupakan kesempatan yang langkah bagi saya dapat bertukar pikiran dengan orang tua selama itu. Mungkin kita sudah saling mengobrol sekitar 3-4 jam. Benar-benar tak terasa saat itu sudah sore. Setelah istirahat sebentar, saya dan Ivana membantu Ibu Mami untuk membuat tepung dari jagung. Banyak keseruan juga saat dalam proses pembuatan. Namun, sayang waktu berjalan begitu cepat. Mataharipun mulai terbenam. Malam haripun tiba. Sehingga akhirnya kami, mengakhiri hari dengan menonton tv dan tidur.
            Bagi saya, hari ketiga inilah hari yang paling berarti dari semuanya karena hari inilah saya menghabiskan banyak waktu dengan keluarga Pak Tumino. Sebuah kesempatan yang sangat jarang sekali dapat saya lakukan ketika ada di kota. Mama dan papa saya bekerja di luar kota dan hanya saat liburan dapat bertemu. Sehingga, ketika dapat melakukan waktu berkualitas ini dengan Pak Tumino saya sangat merasa bersyukur sekali karena saya tidak merasa sedang berada jauh dari rumah. Bahkan saya merasa di rumah sendiri, karena saya sudah menganggap Bapak dan Ibu Tumino sudah seperti orang tua saya sendiri.
Family is home, isn’t it?

Hari Keempat : Waktu Berlalu seperti Angin
            Hari keempat adalah hari terakhir kami di sini. Waktu benar-benar berjalan layaknya angin. Ia bergerak dinamis, mengalir dalam ritme yang cepat. Sehingga tak terasa ini sudah waktunya untuk kami pulang kembali ke Surabaya bertemu dengan keluarga kami masing-masing. Masih ingin lebih lama lagi untuk di sana, bersama dengan warga-warga desa. Namun, tak dipungkiri pula bahwa kerinduan pada orangtua kami juga membawa kami ingin pulang.
            Kegiatan imersi ini mungkin akan menjadi kenangan spesial yang tak akan pernah terlupakan. Saya tidak akan pernah lupa bahwa saya sudah banyak sekali mendapatkan pembelajaran dalam kurun waktu hanya empat hari saja. Saya belajar mengenai nilai kesederhanaan, tentang bagaimana kita harus tetap terus bersyukur, menghargai waktu-waktu yang kami punya dengan orang-orang terdekat, bersikap ramah dan baik terhadap siapapun, serta juga bagaimana kita harus tetup tetap tersenyum walau dibatasi dengan rasa susah dan kesederhanaan.

Good bye, Mr. Tumino’s Family!
Good bye, Solo!
Good bye, Imersi!
Maybe good times come and go, but the memories will last forever~

See u, next time!

C.    PENUTUP
Ø Harapan
Harapannya agar setiap SMA Katolik St. Louis 1 – Surabaya yang mengikuti kegiatan imersi dapat menambah pelajaran hidup yang berguna untuk ke depannya. Menjadi pribadi yang utuh melalui merasakan bagaimana rasanya hidup dalam kesederhanaan. Semoga juga, imersi SMA Katolik St. Louis 1 – Surabaya ditahun-tahun berikutnya juga semakin tambah baik dan lancar.

Ø Pesan Moral
Pesan moral yang dapat saya petik dari kegiatan imersi ini yaitu sebagai berikut.
·      Tetap semangat dan selalu bersyukur dalam keadaan apapun
·      Lebih menghargai waktu dengan orang-orang terdekat
·      Bersikap raman dan rendah hati kepada semua orang

Ø Himbauan Kepada Pembaca
Kepada pemaca diharapkan melalui dari karya tulis mengenai refleksi ini mendapatkan sebuah manfaat yang akan berguna untuk lebih mengenal jati dirinya dan menjadi pribadi yang utuh. Pembaca juga dihimbau, untuk tidak hanya menikmati karya orang lain, tetapi juga harus mulai untuk berkarya. Mengingat karya ini tidaklah sempurna, pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang berharga bagi penulis.

LINK FILE : 

By. Feiamanda 
Share: