Holla, kali ini aku kembali dengan tugas essay/artikel mengenai refleksi imersi. Sebenarnya tugas ini, termasuk dalam 3 pelajaran sekaligus, yaitu Bahasa Inggris, Indonesia, dan Agama. Tapi, kali ini aku cuma upload Indonesian ver.-nya aja. Oya, di bawah bakal ada link file full versionnya juga, kalo kalian butuh seperti cover dan lainnya!:)
Oke, check it out! Semoga membantu!:)
=================================================================
A.
KUTIPAN YANG SESUAI
NILAI REFLEKSI
Tuhan tak pernah menilai manusia
berdasarkan apa yang dimilikinya atau seberapa kehebatannya. Namun, Tuhan
selalu menilai seseorang berdasarkan kerendahan hatinya serta ketaatan-Nya
melakukan segala kehendak Tuhan. Begitu banyak orang besar, orang-orang kaya,
dan orang-orang pintar dalam alkitab yang gagal karena tidak rendah hati serta
tidak takut akan kuasa Allah.
Hidup dalam kesederhanaan akan mengajarkan kita banyak hal
tentang hidup, seperti rasa syukur atas apa yang kita miliki sebagai anugerah
Tuhan. Dari pengalaman imersi ini, kita mampu mengenal rasa cukup dan
komunikasi yang baik dengan Tuhan. Kita mampu menyadari apa yang dialami orang
lain dan yang terpenting hidup sederhana membuat hidup tenang dan bahagia dari
segala kegelisahan atau perkara dunia. Oleh karena itu, berdasarkan dari
pengalaman imersi penulis di Solo, maka kutipan-kutipan dari Kitab Suci maupun
kata-kata mutiara yang sesuai dengan nilai-nilai hasil refleksi yaitu sebagai
berikut.
Efesus 4:32 “Tetapi hendaklah
kamu ramah seorang i terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling
mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu.”
Filipi 4:12 “Aku tahu apa itu kekurangan dan aku
tahu apa itu kelimpahan. Dalam segala hal dan dalam segala perkara tidak ada
sesuatu yang merupakan rahasia bagiku; baik dalam hal kenyang, maupun dalam hal
kelaparan, baik dalam hal kelimpahan
maupun dalam hal kekurangan.”
Titus 2:5 “Hidup bijaksana dan suci, rajin mengatur
rumah tangganya, baik hati dan taat kepada suaminya agar Firman Allah jangan
dihujat orang.”
Matius 11:25 “Pada waktu itu berkatalah Yesus:
"Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu
Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan
kepada orang kecil.”
Mazmur
28:7 “Tuhan adalah kekuatanku dan perisaiku; kepada-Nya hatiku percaya. Aku
tertolong sebab itu beria-ria hatiku, dan dengan nyanyianku aku bersyukur
kepada-Nya.”
Ibrani 13:5 “Dalam situasi apapun
kita, baik susah dan senang, Allah yang adalah sumber kehidupan tak akan
sekali-kali meninggalkan kita.”
Yohanes 13:34-35 “13:34 Aku memberikan perintah
baru kepada kamu, yaitu
supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian
pula kamu harus saling mengasihi. 13:35 Dengan demikian semua
orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-muridKu, yaitu jikalau kamu saling
mengasihi."
B. REFLEKSI IMERSI
Imersi
: Sebuah Pengalaman Baru
Kehidupan remaja di Surabaya
sekarang ini semakin individualis dan tidak memiliki kepekaan dengan sesamanya.
Setiap sinluiers selalu ditananamkan nilai simplicity yang merupakan perwujudan nilai-nilai
untuk mengasah kepekaan para murid. Sebagai wujud menjalankan nilai simplicity, pada tanggal 10-13 Januari 2017 yang lalu, seluruh
siswa kelas XI SMA Katolik St. Louis 1 mengikuti kegiatan imersi yang diselenggarakan
oleh SMA Katolik St. Louis 1, Surabaya di Jawa Tengah. Para siswa dibagi
menjadi beberapa kelompok untuk tinggal di rumah penduduk selama 4 hari dan 3
malam. Dalam satu rumah penduduk minimal dapat ditinggali oleh dua siswa. Kegiatan Imersi ini merupakan kegiatan tahunan yang
diselenggarakan oleh SMA Katolik St. Louis 1, Surabaya.
Dalam
kegiatan imersi ini, siswa-siswi SMA Katolik St. Louis 1 diajak untuk turut
merasakan bagaimana kehidupan di desa, bagaimana rasanya mengikuti cara hidup
warga desa yang sederhana dan bersahaja, serta memahami kesulitan-kesulitan
yang warga desa alami. Selama 4 hari dan 3 malam
ini, siswa tidak diperbolehkan membawa barang elektronik dalam bentuk apapun
dan hanya diperbolehkan membawa barang seperlunya. Semua hal tersebut
kami lakukan dengan cara masuk dan turut menjadi bagian dalam
irama kehidupan desa yang kami tinggali.
Bagi kami anak-anak kota, mendapatkan
pengalaman untuk tinggal di desa dengan warga asli desa tersebut adalah suatu
kesempatan yang luar biasa. Saya katakan luar biasa karena kegiatan ini hanya
akan terjadi satu kali dalam hidup tetapi, memberikan dampak yang sangat besar. Dengan begini pengalaman baru kamin
pun dimulai.
It’s a life-changing experience for
us.
Hari
Pertama : Kejutan Tak Terduga
Tepat pukul
10.40 pagi hari tanggal 10 Januari 2017, seluruh siswa kelas XI SMA Katolik St.
Louis 1 Surabaya, maupun dari jurusan IPA maupun IPS berangkat bersama-sama ke
Jawa Tengah untuk mengikuti kegiatan imersi. Kebetulan saya ditempatkan ditempatkan
di desa Darmosito, Wonnogiri, Solo. Perjalanan untuk ke sana menempuh cukup
perjalanan dan waktu yang lama. Kurang lebih sekitar sebelas jam. Seluruh siswa
berangkat dengan menggunakan tiga kenderaan berkelanjutan. Dimulai dari
berangkat menggunakan kereta, bus, dan lalu truk yang akan mengantar kami ke
desa kami masing-masing.
Perjalanan yang panjang cukup menguras energi
kami. Kebetulan saya dan teman serumah saya, Ivana sampai di rumah induk semang kami yaitu Bapak Tumino dan
Ibu Mami kurang lebih pukul setengah delapan malam. Tak terduga, sesaat kami
turun dari truk yang mengangkut kami, keluarga dari Bapak Tumino ternyata sudah
menunggu kami di depan rumahnya dengan wajah mereka yang tersenyum hangat. Seakan-akan
kami adalah anak mereka yang sudah lama mereka tunggu-tunggu untuk pulang.
Jika
banyak orang mengatakan, keramahan di Indonesia telah hilang termakan oleh
kemarahan, saya rasa itu tak sepenuhnya benar. Ini dibuktikan dengan hangatnya
sambutan dari kelurga Pak Tumino ketika kami tiba. Tidak hanya kami, semua
teman-teman kami dari desa Darmosito juga bercerita hal yang sama. Bahwa, ketika
kami tiba, semua warga desa hadir dan memberikan keramahan yang luar biasa,
seakan kami adalah anaknya sendiri. Dari pengalaman ini saya belajar suatu
nilai, yaitu keramahan. Seperti warga desa Darmosito yang mau menerima kami
dengan tangan terbuka, kami juga harus belajar untuk mau mengenal dan menerima
orang-orang baru di kehidupan kami. Belum tentu semua orang itu jahat bukan?
Sekalipun jahat, pasti ada sisi baik di dalam dirinya. Karena itulah keramahan
sangatlah diperlukan dalam mengenal orang lain. Keramahan inilah yang menjadi
suatu kejutan yang cukup berarti bagi saya.
Don’t wait for people
to be friendly, show them how. –Unknown
Hari Kedua : Belajar
dari Jagung
Hari kedua, 11
Januari 2017 saya dan teman saya bangun terlambat. Kami baru bangun jam
setengah tujuh pagi. Padahal, niatnya kami berdua kalau bangun lebih awal ingin
membantu induk semang kami untuk
memasak. Namun, karena kami terlambat bangun setelah sarapan, akhirnya kami
langsung diajak pergi ke lad ang jagung dekat rumah, karena hari
itu merupakan saatnya panen. Sesampainya di sana, ternyata tidak hanya ada kami
tetapi juga teman kami dari rumah sebelah yang mana induk semang mereka adalah keponakan dari Bapak Tumino.
Segera
setelah kami sampai, kami langsung diajari bagaimana cara memetik jagung yang
sudah siap panen. Dengan cepat kami mempelajarinya. Awalnya kami kira, jagung
yang kami panen tidak terlalu banyak karena dilihatnya memang ladang dari induk semang kami ini tidak terlalu
luas. Namun, ternyata kita salah, belum sampai dari setengah ladang jagung yang
perlu kita panen, kita sudah kelelahan belum lagi ditambah terik matahari yang
membuat kita benar-benar merasa gerah. Keringat kamipun terus menetes. Walaupun
begitu, ketika saya istirahat sejenak saya dapat melihat kegigihan dari
keluarga Bapak Tumino yang masih semangat untuk terus bekerja. Saya tidak habis
pikir bagaimana mereka semua masih dapat terus semangat bekerja? Padahal usia
mereka sudah cukup berumur. Namun, disela-sela mereka bekerja di ladang, saya
melihat mereka masih bisa saling tertawa, tersenyum, dan bahkan terlihat
benar-benar bahagia di tengah kesusahan dan kederhanaan yang mereka miliki.
Dari
situ, saya mendapat pandangan bahwa kebahagiaan itu tidak perlu sesuatu yang
mahal. Kita dapat belajar dari sebuah jagung. Bagaimana ia pada mulanya hanya
berbentuk biji yang kecil kemudian ditanam dapat menjadi buah jagung? Untuk
keluar dari tumpukan tanah itu tentunya ia membutuhkan air. Jika mampu keluar, ia
akan menjadi jagung yang muda, tapi untuk tumbuh dan menjadi lebih berharga ia
harus diberi pupuk, kemudian ditambah dengan pupuk kandang secukupnya. Ia tak
perlu pupuk yang mahal karana pupuk kandanglah yang baik untuk si jagung tumbuh
dengan subur dan sehat.
Sama halnya dengan
manusia tumpukan tanah itu bagaikan masalah-masalah yang datang menghampiri
hidup ini, unutk mengadapi masalah itu manusia butuh air, air seperti jagung
sama halnya manusia untuk mengatasi masalah itu harus dengan terus tetap lapang
dada dan terus bersyukur atas apa yang Tuhan beri. Jika mampu bertahan maka,
akan sama halnya jagung yang keluar dari bawah tanah. Seperti manusia yang
keluar dari banyaknya masalah maka akan berkembang ke tahap selanjutnya. Ya,
seperti jagung tentu akan tumbuh kembali hingga meninggi, tetapi tumbuh tidak
cukup dengan air saja. Namun, harus diberi pupuk kandang yang akan mennyehatkan
dan membuat ia tumbuh makin subur. Layaknya jagung yang melewati proses pemupukan,
manusia juga selain menghadapi banyak masalah hidup. Ia harus di beri pupuk
kandang. Semakin banyak pupuk kandang yang diberi, semakin kuatlah manusia itu
dalam mengatasi berbagai masalah yang dihadapi. Yang terpenting yaitu tetap
semangat dan terus bersyukur menjalani hidup di tengah kesederhanaan itu
sendiri.
Be
thankful for all you have, because you never know what happen next.
Hari
Ketiga : Waktu Berkualitas
Tidak seperti
hari-hari sebelumnya, hari ketiga kami banyak menghabiskan waktu bersama
keluarga Bapak Tumino. Pagi harinya kami bersama-sama, pergi ke kapel Santo
Petrus dekat sana. Di sana sudah berkumpul seluruh siswa imersi yang ditinggal
di daerah Tirtosuworo. Mengingat mungkin ini sudah hari terakhir kami dapat
bersama-sama dengan induk semang kami,
maka kami memutuskan setelah dari kapel kami pulang ke rumah dan melakukan
aktivitas bersama. Memang tidak banyak aktivitas yang kami lakukan. Namun,
menurut saya itu saat-saat waktu berkualitas kami. Kami berbicara, bercanda,
dan tertawa bersama-sama. Ibu Mami istri dari Bapak Tumino banyak bercerita
mengenai bagaimana kehidupan mereka dulu. Ibu Mami juga bahkan bagaimana mereka
bisa bertemu, jatuh cinta, dan menikah. Ini merupakan kesempatan yang langkah
bagi saya dapat bertukar pikiran dengan orang tua selama itu. Mungkin kita
sudah saling mengobrol sekitar 3-4 jam. Benar-benar tak terasa saat itu sudah
sore. Setelah istirahat sebentar, saya dan Ivana membantu Ibu Mami untuk
membuat tepung dari jagung. Banyak keseruan juga saat dalam proses pembuatan.
Namun, sayang waktu berjalan begitu cepat. Mataharipun mulai terbenam. Malam
haripun tiba. Sehingga akhirnya kami, mengakhiri hari dengan menonton tv dan
tidur.
Bagi
saya, hari ketiga inilah hari yang paling berarti dari semuanya karena hari
inilah saya menghabiskan banyak waktu dengan keluarga Pak Tumino. Sebuah
kesempatan yang sangat jarang sekali dapat saya lakukan ketika ada di kota. Mama
dan papa saya bekerja di luar kota dan hanya saat liburan dapat bertemu.
Sehingga, ketika dapat melakukan waktu berkualitas ini dengan Pak Tumino saya
sangat merasa bersyukur sekali karena saya tidak merasa sedang berada jauh dari
rumah. Bahkan saya merasa di rumah sendiri, karena saya sudah menganggap Bapak
dan Ibu Tumino sudah seperti orang tua saya sendiri.
Family
is home, isn’t it?
Hari
Keempat : Waktu Berlalu seperti Angin
Hari
keempat adalah hari terakhir kami di sini. Waktu benar-benar berjalan layaknya
angin. Ia bergerak dinamis,
mengalir dalam ritme yang cepat. Sehingga tak terasa ini sudah waktunya untuk
kami pulang kembali ke Surabaya bertemu dengan keluarga kami masing-masing.
Masih ingin lebih lama lagi untuk di sana, bersama dengan warga-warga desa.
Namun, tak dipungkiri pula bahwa kerinduan pada orangtua kami juga membawa kami
ingin pulang.
Kegiatan imersi ini mungkin akan
menjadi kenangan spesial yang tak akan pernah terlupakan. Saya tidak akan
pernah lupa bahwa saya sudah banyak sekali mendapatkan pembelajaran dalam kurun
waktu hanya empat hari saja. Saya belajar mengenai nilai kesederhanaan, tentang
bagaimana kita harus tetap terus bersyukur, menghargai waktu-waktu yang kami
punya dengan orang-orang terdekat, bersikap ramah dan baik terhadap siapapun,
serta juga bagaimana kita harus tetup tetap tersenyum walau dibatasi dengan
rasa susah dan kesederhanaan.
Good bye, Mr. Tumino’s
Family!
Good
bye, Solo!
Good
bye, Imersi!
Maybe
good times come and go, but the memories will last forever~
See
u, next time!
C.
PENUTUP
Ø Harapan
Harapannya
agar setiap SMA Katolik St. Louis 1 – Surabaya yang mengikuti kegiatan imersi
dapat menambah pelajaran hidup yang berguna untuk ke depannya. Menjadi pribadi
yang utuh melalui merasakan bagaimana rasanya
hidup dalam kesederhanaan. Semoga juga, imersi SMA Katolik St. Louis 1 –
Surabaya ditahun-tahun berikutnya juga semakin tambah baik dan lancar.
Ø Pesan Moral
Pesan
moral yang dapat saya petik dari kegiatan imersi ini yaitu sebagai berikut.
·
Tetap semangat dan selalu bersyukur
dalam keadaan apapun
·
Lebih menghargai waktu dengan
orang-orang terdekat
·
Bersikap raman dan rendah hati kepada
semua orang
Ø Himbauan Kepada Pembaca
Kepada
pemaca diharapkan melalui dari karya tulis mengenai refleksi ini mendapatkan sebuah
manfaat yang akan berguna untuk lebih mengenal jati dirinya dan menjadi pribadi
yang utuh. Pembaca juga dihimbau, untuk tidak hanya menikmati karya orang lain,
tetapi juga harus mulai untuk berkarya. Mengingat karya ini tidaklah sempurna, pembaca
dapat memberikan kritik dan saran yang berharga bagi penulis.
LINK FILE :
By. Feiamanda